Gunung Tambora (atau Tomboro) adalah sebuah Gunung berapi yang berstatus aktif yang terletak di pulau Sumbawa, Nusatenggara Barat, Indonesia. Gunung tambora terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut, dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat laut dan kaki hingga puncak sisi timur hingga utara.
Jarak Kawah Gunung Tambora dengan Rumah saya, Simpasai, Kab. Bima |
April tahun 1815, Kejadian yang merubah sejarah, perubahan musim terjadi, Meletusnya Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Tahun tahun setelah letusan gunung tambora itu juga dikenal di Barat sebagai ”Eighteen Hundred and Froze to Death” (Erik Conway, tahun 2009).
Letusan tersebut menjadi letusan tebesar sejak letusan danau Taupo pada tahun 181. Letusan Tambora ini terdengar hingga pulau Sumatra dengan jarak lebih dari 2.000 km. Abu vulkanik akibat letusan Gunung Tambora juga jatuh di Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan hingga wilayah Maluku.
Letusan gunung Tambora menyebabkan kematian hingga tidak kurang dari 71.000 orang dengan 11.000 sampai 12.000 di antaranya terbunuh secara langsung akibat dari letusan tersebut. Bahkan menurut beberapa peneliti memperkirakan sampai 92.000 orang terbunuh, namun jumlah tersebut diragukan karena berdasarkan atas perkiraan yang terlalu tinggi.
Satu tahun berikutnya atau pada tahun 1816 sering disebut sebagai Tahun tanpa musim panas karena perubahan drastis dari cuaca Amerika Utara dan Eropa karena debu yang dihasilkan dari letusan Tambora ini. Akibat perubahan iklim yang drastis ini banyak panen yang gagal dan kematian ternak di Belahan Utara yang menyebabkan terjadinya kelaparan terburuk pada abad ke-19.
Letusan tersebut merubah segalanya termasuk kegagalan panen dan wabah penyakit menular seperti tipus, disentri, hingga kolera, yang juga kemudian mendera seluruh dunia, menjadikan Letusan Tambora sebagai pembunuh global.
Dampaknya di wilayah Nusantara akibat letusan tersebut melenyapkan Kerajaan Tambora dan Kerajaan Pekat yang berada di lereng gunung, Letusan tersebut juga menghancurkan Kerajaan Sanggar. Kematian massal dan Kehancuran juga melanda di wilayah Lombok dan Bali hingga bertahun-tahun setelah lutusan gunung tambora.
Jika kehancuran di sekitar Tambora disebabkan awan panas juga kematian massal berskala global justru disebabkan pendinginan Bumi setelah letusan gunung Tambora. Total penurunan suhu Bumi mencapai 0,4–0,7 derajat celsius (Richard B Stother, tahun 1984), namun pada tempat tempat yang tinggi seperti di New England dan Selat Inggris yang turun hingga 2,5 derajat celsius (Sigurdsson, 2000). Berdampak pada kegagalan panen global.
Pemanasan dan pendinginan Suhu Dunia
Letusan Tambora pada 1815 nyaris tidak diketahui oleh orang orang Barat. Selama lebih dari seratus tahun mereka tidak tahu penyebab tahun tanpa musim panaspada tahun 1816.
WJ Humphreys, pada tahun 1920-an yang merupakan peneliti di kantor meteorologi Amerika Serikat, menemukan hubungan antara cuaca buruk pada 1816 dan letusan Tambora. Dia berpendapat bahwa abu vulkanik yang di muntahkan oleh Tambora telah menghalangi sinar matahari ke Bumi. Teori tersebut dibantah oleh ahli lain yang menyatakan bahwa pendinginan bumi tersebut disebabkan aerosol asam sulfat dari Letusan gunung Tambora.
WJ Humphreys, pada tahun 1920-an yang merupakan peneliti di kantor meteorologi Amerika Serikat, menemukan hubungan antara cuaca buruk pada 1816 dan letusan Tambora. Dia berpendapat bahwa abu vulkanik yang di muntahkan oleh Tambora telah menghalangi sinar matahari ke Bumi. Teori tersebut dibantah oleh ahli lain yang menyatakan bahwa pendinginan bumi tersebut disebabkan aerosol asam sulfat dari Letusan gunung Tambora.
Kemudian pada tahun 1960-an, seorang ahli meteorologi Hubert Lamb membuat indeks yang membandingkan jumlah semburan partikel gunung api saat meletus sehingga dampak letusan terhadap iklim bisa diukur Erupsi Krakatau pada 1883 berada di indeks 1.000. Sedangkan Letusan Tambora pada tahun 1815 memiliki skor tertinggi, yaitu 4.200.
Terdapat dua jalur pendakian untuk mencapai kaldera gunung Tambora. Jalur yang pertama dimulai dari desa Doro Mboha yang terletak di sisi tenggara gunung Tambora. jalur ini mengikuti jalan beraspal melalui perkebunan kacang mede sampai akhirnya mencapai ketinggian 1.150 m di atas permukaan laut. jalur yang akan sampai di bagian selatan kaldera dengan ketinggian mencapai 1.950 dan bisa dicapai di titik pertengahan jalur pendakian.
Lokasi ini biasanya digunakan sebagai kemah untuk mengamati aktivitas vulkanik karena hanya memerlukan waktu satu jam untuk mencapai kaldera. Jalur pendakian kedua dimulai dari desa Pancasila di sisi barat laut gunung Tambora Jika menggunakan jalur kedua ini maka kaldera hanya dapat dicapai dengan berjalan kaki tampa jalan beraspal seperti pada jalur yang pertama yang melalui desa Doro Mboha.
Referensi:
Klingaman, William K., and Nicholas P. Klingaman. The Year Without Summer: 1816 and the Volcano that Darkened the World and Changed History. New York: St. Martin’s Press, 2013.
http://www.nassrgrads.com/the-year-without-summer-or-what-happened-in-1816/
Referensi:
Klingaman, William K., and Nicholas P. Klingaman. The Year Without Summer: 1816 and the Volcano that Darkened the World and Changed History. New York: St. Martin’s Press, 2013.
http://www.nassrgrads.com/the-year-without-summer-or-what-happened-in-1816/